konferensi pers Indonesia Corruption Watch (ICW) Rabu siang 28/3 (11.30) di Kalibata :
1. Soal dalih "defisit". Kenaikan harga minyak mentah masih SURPLUS dalam neraca minyak kita. Tambahan pendapatan LEBIH BESAR daripada tambahan subsidi BBM.
2. Diduga ada markup hitungan "subsidi" BBM 2012 Rp 30,63 Trilyun.
3. Dari perhitungan peneliti ICW, tampaknya Pemerintah & DPR tidak jujur kepada rakyat soal perhitungan kenaikan harga BBM.
4. Sejak tahun 2006, pemerintah menghitung subsidi #BBM berdasarkan harga pasar Singapura, MOPS (mean oil platts singapore) bukan lagi cost+fee.
5. Tidak fair memakai patokan harga BBM internasional (MOPS) untuk subsidi, karena ± 50% BBM diproduksi oleh Pertamina (total cost < MOPS).
6. Karena tugas Pertamina adalah public service operator (PSO), harga acuan BBM subsidi seharusnya cost+fee, bukan MOPS+alpha.
7. Yang paling mendasar adalah mandat konstitusi, diperkuat keputusan MK terkait JR UU Migas 22/2001.
8. Neraca arus minyak. Kebutuhan minyak mentah dalam negeri (360 jt bbl) memang LEBIH BESAR daripada produksi (340 jt bbl), defisit sekitar 20 jt barrel/tahun.
9. Tapi jangan lupa dari sisi neraca anggaran: "Beban subsidi" BBM (dan listrik) masih jauh LEBIH KECIL daripada penerimaan minyak.
10. Sebelum mewacanakan kenaikan harga BBM (hajat hidup orang banyak), akan lebih baik pemerintah membenahi mafia industri migas hulu dan hilir.
11. Dengan banyak kebocoran di sisi hulu migas saja (kasus pajak migas & markup cost) neraca minyak kita masih SURPLUS, apalagi kalau optimal.
12. Karena itulah, "beban subsidi" tidak dapat dijadikan dasar kenaikan harga BBM. Seharusnya, tidak perlu naik.
Yang sudah terlanjur mendukung kenaikan harga BBM, pikir lagi. Semoga tidak jadi korban tipuan "kerumitan angka".
Dengan harga Rp. 2.700 untuk premium, harga minyak mentahnya kan tidak dihargai nol, tetapi Rp. 2.070 per liter (Rp. 2.700 – Rp. 630). Tapi pemerintah tidak terima. Harus disamakan dengan harga NYMEX yang ketika itu USD 60, atau sama dengan Rp. 600.000 per barrel-nya atau Rp. 3.774 (Rp. 600.000 : 159) per liternya. Maka ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 menjadi Rp. 4.404 yang lantas dibulatkan menjadi Rp. 4.500.
Karena sekarang harga sudah naik lagi menjadi USD 80 per barrel pemerintah tidak terima lagi, karena maunya yang menentukan harga adalah NYMEX, bukan bangsa sendiri.
Dalam benaknya, pemerintah maunya dinaikkan sampai ekivalen dengan harga minyak mentah USD 80 per barrel, sehingga harga bensin premium menjadi sekitar Rp. 5.660, yaitu:
Harga minyak mentah : USD 80 x 10.000 = Rp. 800.000 per barrel.
Per liternya Rp. 800.000 : 159 = Rp. 5.031, ditambah dengan
biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 = Rp. 5.660
Karena tidak berani, konsumen dipaksa membeli Pertamax yang komponen harga minyak mentahnya sudah sama dengan NYMEX.
baca selengkapnya